Publikasi Data
Judul Kabaret : Detik ProklamasiTanggal Pementasan : 22 September 2012 Pukul 14.00 s/d 15.00
Tempat Pementasan : GK. Rumentang Siang
Jl Baranangsiang 1, Kebon Pisang, Bandung
Sutradara : Rully Badannudin
Produser : Smile Production
Tokoh :
1. Ir. Soekarno
Tokoh Ir. Soekarno diperankan secara berbeda, dalam kabaret ini tokoh Soekarno dibawakan dengan menarik. Tokoh Ir. Soekarno tetap terlihat berwibawa walau dibawakan dalam drama parodi,
2. Mohammad Hatta
Tokoh bung Hatta dalam kabaret tersebut, tidak terlalu Nampak. Karena Bung Hatta hanya sebagai pendamping Ir. Soekarno. Namun peran Bung Hatta sebagai cukup terlihat jelas dalam kabaret tersebut. Mulai dari diskusi-diskusi dengan Ir. Soekarno, hingga pengambilan keputusan yang dilakukan oleh keduanya secara bersama-sama.
3. Fatmawati
Tokoh Fatmawati dalam kabaret ini menampilkan tokoh seorang istri Ir. Soekarno yang mendukung Ir. Soekarno dalam setiap keputusan yang diambilnya. Fatmawati juga merupakan tokoh yang membuat atau menjahit bendera sang saka merah putih.
4. Laksamana Maeda
Tokoh laksamana maeda memang tidak terlihat berperan, namun tokoh laksamada maeda sempat terlihat ketika perumusan naskah proklamasi di rumahnya.
5. Para Pemuda
Tokoh para pemuda dalam cabaret ini ditampilkan dengan penuh semangat. Mereka memaksa dan berjuang dengan memanfaatkan kesempatan yang ada. Penampilan mereka pun cukup menarik dengan diselingi adegan-adegan menghibur.
Setting
Tempat :
1. Sebuah Desa : Latar tempat pada adegan pertama dimulai dari sebuah desa, yang tidak disebutkan lokasinya secara spesifik.
2. Rumah Soekarno : Latar pada adegan ke 2 adalah Rumah Ir. Soekarno dimana para pemuda membujuk Ir. Soekarno, dan juga tempat pembacaan teks proklamasi.
3. Rengasdengklok : Tempat para pemuda membawa atau menculik Ir. Soekarno dan Moh. Hatta
4. Rumah Laksamana Maeda : Tempat perumusan teks proklamasi
Waktu :
1. Pada adegan 1 tidak terlihat jelas latar waktu pada kabaret tersebut.
2. Pada peristiwa rengasdengklok, diketahui peristiwa itu terjadi pada tanggal 15-16 Agustus 1945
3. Proklamasi kemerdekaan, diketahui peristiwa terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945
Suasana :
1. Pada adegan 1 suasana yang terlihat menegangkan, dan mengharukan. Tapi banyak adegan menghibur seperti apa yang ada pada drama parodi.
2. Pada adegan-adegan selanjutnya suasana yang terlihat menegangkan mulai hilang, suasana yang Nampak adalah suasana serius para tokoh bangsa yang aka merumuskan proklamasi kemerdekaan suatu bangsa. Tapi tidak lupa diselingi adegan-adegan menghibur yang Nampak dari belakang latar maupun cerita yang diubah agar terlihat lebih menghibur.
Pesan Moral :
Dari kabaret tersebut kita diajak untuk kembali mengenang perjuangan para tokoh bangsa dalam memproklamasikan kemerdekaan. Tidak lupa juga tumpah darah para pejuang yang telah berkorban sebelum proklamasi kemerdekaan terjadi.
Komentar :
Kabaret Detik Proklamasi yang ditampilkan oleh Smile Production memang cukup menarik untuk ditonton, adegan-adegan parodi yang ditampilkan sangatlah menghibur. Alur ceritanya memang sedikit melenceng dari catatan sejarah yang ada. Namun hal itu mungkin disebabkan karena terbatasnya tempat pementasan yang ada. Namun secara keseluruhan kabaret ini mengingatkan kita tentang perjuangan para tokoh bangsa, walau dalam bentuk parodi.
Alur Cerita / Sinopsis :
Kabaret ini dimulai dengan penampilan 2 orang pejuang Indonesia, yang akan berjuang untuk melawan penjajahan Jepang beserta kisah cinta mereka berdua. Setelah itu ditampilkanlah adegan pejuang-pejuang Indonesia yang kalah melawan para tentara Jepang. Akibat kalahnya para pejuang Indonesia, para tentara Jepang menahan semua penduduk desa yang berada di tempat itu. Setelah itu mereka mulai menginterogasi semua penduduk desa tersebut. Sampai pada akhirnya 2 orang dari mereka dibunuh oleh para tentara Jepang.
Para tentara Jepang terus menginterogasi para penduduk desa, setelah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka menyandera salah 1 orang dan membawanya ke luar desa tersebut. Setelah menyandera orang tersebut para tentara Jepang membunuh semua penduduk desa, dan meninggalkan semua mayat bergelimpangan di sana.
Setelah itu salah satu tentara Jepang membawa 1 orang yang telah disandera kembali ke desa tersebut. Karena melakukan perlawanan akhirnya orang itu pun dibunuh, sehingga mayat-mayat bergelimpangan di desa tersebut.
Beberapa saat kemudian tentara Jepang telah pergi dari desa itu. Para pejuang melihat keadaan desa, dan berusaha menyelamatkan para warga desa tersebut. Namun usaha mereka terlambat, semua penduduk desa telah tewas dalam kejadian itu. Saat inilah terlihat adegan menyedihkan dimana para pejuang kehilangan orang-orang dekatnya. Semua mayat yang ada di evakuasi, dan para pejuang membuat suatu rencana untuk membalaskan dendam kepada tentara Jepang.
Pejuang Indonesia pun menyerang balik dan membunuh semua tentara Jepang yang ada di tempat itu. Sayangnya salah salah satu kapten tentara Jepang masih hidup dan membunuh salah satu pejuang Indonesia. Para pejuang pun semakin terbakar emosi dan membunuh kapten tentara jepang, sementara salah satu pejuang berusaha menyelamatkan nyawa pejuang itu.
Lama setelah kejadian itu terjadi, para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana –yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka –yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan.
Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Rengasdengklok kota kecil dekat Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara anggota PETA (Pembela Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.
Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan rumah Laksamana
Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas. Hatta dan Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan.
Naskah yang sudah diketik oleh Sajuti Melik, segera ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta.
Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Bendera yang dipakai pada upacara itu adalah bendera yang dijahit dengan tangan oleh Fatmawati Soekarno yang sudah disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu memang tidak standar, karena kainnya
berukuran tidak sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar